Cari Blog Ini

Minggu, 21 November 2010

Sosiologi Sastra

METODE DAN PENDEKATAN SOSIOLOGI

Sosiologi sastra atau sosiokritik dianggap sebagai disiplin yang baru. Pendekatan yang lebih mengutamakan posisi pengarang sebagai masyarakat ini, menggambarkan karya sastra seperti sistem demokrasi. Karya sastra dibuat oleh seseorang yang merupakan anggota masyarakat. Kemudian karya sastra diperuntukkan pula untuk masyarakat. Pada akhirnya, keberadaan karya sastra dapat diakui jika suatu masyarakat dapat meresponnya dengan baik. Dalam pendekatan sosiologi, karya sastra seorang pengarang dapat memiliki nilai sosial dilihat dari keberadaannya (latar belakang) di suatu masyarakat.

A.    Pengertian Metode dan Pendekatan Sosiologi

Pada umumnya pengertian metode dan pendekatan dapat disamakan. Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti , sesudah, sedangkan hodos berarti jalam, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat, sama halnya dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan difahami. Pendekatan dapat didefinisikan sebagai cara-cara menghampiri objek, sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data. Terdapat sedikit perbedaan diantara keduanya. Begitu pula jika dilihat dari tujuannya.  Tujuan metode adalah efisiensi, dengan cara menyederhankan. Sedangkan tujuan pendekatan adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, pendekatan lebih dekat dengan bidang studi tertentu.

Secara etimologis, kata sosiologi berasal dari Bahasa Latin : socius dan logos. Socius artinya masyarakat dan logos artinya ilmu. Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat. Sedangkan secara terminologi sosiologi diartikan sebagai pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat ; ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Atau menurut Atar Semi dalam bukunya Kritik Sastra, sosiologi adalah suatu telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan proses sosial. Adapun pengertian lain tentang sosiologi dikemukakan oleh beberapa tokoh yang dikutip oleh Philipus dalam Sosiologi dan Politik sebagai berikut :

1.      Soerjono Soekanto mengatakan sosiologi ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah sosial

2.      Roucek dan Warren; sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok

3.      Menurut Pirtien Sorokin sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial

4.      Willian F. Ogburn, sosiologi ialah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasil dari interaksi sosial adalah organisasi sosial

5.      Emile Durkheim mengatakan sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial

6.      Max Weber mengatakan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mencoba memahami tindakan sosial dengan tujuan mendapatkan penjelasan tentang sebab dan akibat dari tindakan sosial

7.      Menurut Stephen K. Sanderson sosiologi ialah ilmu yang mempelajari hakikat dan sebab-sebab dari berbagai pola pikiran dan tindakan manusia yang beratur dan berulang-ulang

8.      Selo Soemardjan mengatakan, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur sosial

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pada intinya disiplin ilmu yang memposisikan manusia sebagai makhluk sosial, karena setiap pengarang ialah masyarakat. Perilaku yang dilakukan oleh masyarakat tersebut antara lain interaksi sosial, ataupun istilah lain yang dikaji dalam sosiologi seperti struktur sosial, organisasi sosial, tindakan sosial dan gejala-gejala sosial. 

Sosiologi merupakan salah satu dari banyak bentuk pendekatan dalam memahami suatu karya sastra. Pendekatan sosiologi ataupun dalam istilah lain disebut sebagai sosiologi sastra, seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan sosialnya, kondisi ekonomi serta khalayak yang ditujunya.

Dalam pendekatan sosiologi, suatu karya sastra diteliti dan dianalisis dengan cara melihat pengarang dalam sudut sosiologis, memposisikan pengarang sebagai bagian dari masyarakat. Oleh karena itu pada sosiologi sastra, masyarakat sangat berperan terhadap lahirnya sebuah karya sastra.

B.     Unsur-Unsur Pendekatan Sosiologi

Dalam pendekatan sosiologi terdapat unsur-unsur penting yang perlu diketahui. Unsur-unsur tersebut ialah sebagai berikut:

1.      Sastra

Sastra adalah suatu pengungkapan kehidupan lewat bentuk bahasa. Dapat dikatakan pula bahwa yang mendorong lahirnya sastra ialah keinginan dasar manusia untuk mengungkapkan diri, untuk menaruh minat pada sesama manusia, untuk menaruh minat pada dunia realitas tempat hidupnya, dan pada dunia angan-angan yang dikhayalkan sebagai dunia nyata, dan keinginan dasar untuk mencintai bentuk nyata. Sastra dihasilkan karena adanya gambaran kehidupan nyata manusia, dan ditambah juga dengan gambaran dunia khayal manusia. Semua itu tercipta karena pencipta karya sastra –dalam hal ini pengarang- merupakan bagian dari kehidupan nyata tersebut. Suatu komunitas dimana tempat lahirnya kehidupan nyata manusia seringkali kita sebut sebagai masyarakat. Dalam pendekatan sosiologi, masyarakat memiliki arti yang sangat penting, karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pengertian sosiologi itu tak terlepas dari gelaja-gejala sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat sangat berperan terhadap adanya suatu karya sastra. Masyarakat itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.  Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai proses kenyataan sosial.

Dalam masyarakat terdapat dua unsur yang penting, yaitu manusia dan kebudayaan. Suatu kumpulan manusia tanpa adanya unsur kebudayaan tidak dapat disebut dengan masyarakat. Kebudayaan yang ada ialah kebudayaan yang sudah konvensional, atau yang telah mereka anggap sama. Karena masyarakat sangat berperan terhadap sastra, maka sastra pun tidak bisa terlepas dari kebudayaan. Karena sastra merupakan bagian dari kebudayaan.

Kebudayaan itu sendiri ialah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia. Di dalam kebudayaan terdapat aturan-aturan yang memiliki nilai kehidupan untuk mengatur dan mengarahkan manusia. Seperti yang dikemukakan oleh antropolog yang dikutip Atar Semi dalam Kritik Sastra, bahwa kebudayaan adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain.

Karya sastra sebenarnya merupakan pemikiran seseorang yang memiliki pandangan tentang dunia yang tidak pernah kita sadari. Akan tetapi, dunia tersebut memiliki nilai-nilai jiwa dalam kehidupan sehari-hari. Karya sastra tersebut hanya dapat terlahir dari seorang pengarang yang unggul dan peka terhadap realitas sosial budayanya. Karena seseorang yang memiliki kepekaan terhadap realitas sosial, akan memiliki pemahaman perasaan yang kompleks. Hal ini berkaitan dengan unsur pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan) dan nilai budaya.

Karya sastra menyangkut persoalan individu dan masyarakat, sehingga penokohannya pun ada yang mewakili grup sosial, ada juga yang bersifat individu. Dalam karya sastra dialektis-konstruktif, masyarakat berbeda pada pihak yang benar, dan pribadi menyatu kembali dengan masyarakat. Sebaliknya dalam sastra dialektis-destruktif, individu memberontak kepada masyarakat dan menjadi korban kekejaman masyarakat.

Karya sastra memiliki beberapa fungsi, salah satunya ialah fungsi sosial. Fungsi sosial sastra ialah dapat memberikan gambaran dan penjelasan terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik, kepercayaan dan lainnya. Fungsi sosial dapat terlihat ketika suatu karya sastra tumbuh berkembang di tengah masyarakat dan kebudayaan yang berkembang pula. Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula masyarakat, kebudayaan dan tidak lupa pula dengan sastra. Ketika suatu peradaban atau kebudayaan suatu daerah berkembang, maka dari keadaan itulah sastra akan muncul sebagai penafsir dari simbol-simbol sosio-kultural.

2.      Pengarang

Pengarang ialah seseorang yang menciptakan suatu karya sastra. Sebagai anggota masyarakat ia memberikan pengaruh terhadap karya yang diciptakannya, karena para pengarang karya sastra –atau yang kita kenal dengan sastrawan- merupakan anggota masyarakat, ia memperoleh pengetahuan melalui masyarakat, dan yang terpenting pengarang menyajikan sudut pandang sesuai dengan masyarakat yang mengkondisikannya. Setiap anggota masyarakat pasti memiliki status sosial tertentu. Status sosial itu menimbulkan adanya fakta sosial yang disajikan melalui karya sastra. Pada awalnya, sebelum lahir karya sastra, fakta sosial memang sudah ada karena fakta sosial dilahirkan oleh komunitas sosial (masyarakat). Akan tetapi fakta sosial itu hanya terlihat melalui satu sisi, pada permukaan. Melalui pengaranglah, dengan menggunakan daya imajinasinya  yang berhasil melihat fakta secara multidimensional, gejala di balik gejala.

Sudah menjadi pendapat umum bahwa pengarang ada dua macam, yaitu pengarang dengan kemampuan bakat dan pengarang dengan kemampuan pengalaman. Kedua hal tersebut saling menunjang. Karena jika hanya mengandalkan bakat tanpa adanya pengalaman terutama pengalaman dari lingkungan tempat ia hidup, maka sungguh mustahil suatu karya sastra dapat diciptakan. Begitupun sebaliknya, hanya mengandalkan pengalaman lingkungan saja tanpa bakat, maka akan mengalami kegagalan. Dengan adanya status sosial pengarang sebagai anggota masyarakat, suatu karya mendapat kesempatan untuk disajikan ke hadapan publik. Oleh karena itu, pada pendekatan sosiologi ini, lebih menekankan posisi pengarang sebagai anggota dari suatu kelompok (masyarakat), tidak hanya dilihat sebagai individu saja.

3.      Pembaca

Pembaca adalah seseorang ataupun sekelompok orang yang memberikan tanggapan terhadap suatu karya sastra. Suatu karya sastra dapat dinilai bagus atau tidak karena adanya respon dari banyak pembaca. Fungsi terpenting dominasi pembaca adalah kemampuannya untuk mengungkapkan kekayaan karya sastra. Pembaca jelas berbeda, baik dari segi usia, jenis kelamin, profesi, kelas sosial, dan wilayah geografis. Kesemuanya itu merupakan keragaman dalam masyarakat. Pada intinya, karya sastra diciptakan oleh seorang anggota masyarakat, dan sasarannya adalah anggota masyarakat yang lain. Ia menyimpan pesan dalam suatu karya sastra untuk diberikan kepada anggota masyarakat.

Dalam merespon karya sastra, masyarakat dibagi menjadi dua jenis, yaitu masyarakat sastra dan masyarakat umum. Pada awalnya, seorang pengarang menciptakan karya sastra karena ingin memberikan amanat (pesan) kepada masyarakat secara umum dengan menggunakan media tulisan dan bahasa. Akan tetapi, tidak semua lapisan masyarakat dapat meresponnya, karena karakter tiap anggota masyarakat berbeda. Masyarakat sastra merangkum sekalian orang yang mengembangkan kesusasteraan, memanfaatkan kesusasteraan, dan menyerap kesusasteraan. Jadi, sekalian orang yang bergerak dalam tiga bidang sastra, yakni (1) para sarjana dan ahli sastra yang bergerak dalam bidang ilmu sastra; (2) para pencipta baik penulis prosa maupun penyair yang langsung berurusan dengan penciptaan sastra, dan (3) para pencinta sastra yang menerima dan meresapkan karya sastra yang dibacanya. Melalui masyarakat sastra lah suatu karya sastra berikut pesan yang dikandungnya dapat tersampaikan kepada masyarakat umum lainnya.

Pada akhirnya, suatu karya yang lahir dari anggota masyarakat akan dikembalikan ke tengah-tengah masyarakat. Inilah yang disebut sebagai filosofis sosiologi. Sastra dilahirkan oleh pengarang dan pengarang tersebut merupakan anggota masyarakat, kemudian pengarang memanfaatkan masyarakat terutama lingkungannya sebagai imajinasinya, kemudian lahirlah karya sastra yang akan dikembalikan kepada masyarakat.   

C.    Pemanfaatan Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologis, yang mengutamakan antara hubungan karya sastra dengan masyarakat merupakan pendekatan yang lahir pada era postrukturalisme. Realisme sosialis pada dasarnya adalah sebuah metode keusastraan yang mempergunakan doktrin Marxisme. Pertama, suatu karya sastra terikat pada dan ditentukan oleh kepentingan klas sosial. Kedua, suatu karya sastra merupakan lukisan dari dan mengabdi suatu klas sosial tertentu, yang tengah berkuasa dalam masyarakat. Ketiga, pelukisan klas proletar adalah suatu penafsiran sejarah dan kemasyarakatan secara khusus. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut.

1.      Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat

2.      Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat

3.      Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan

4.      Dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat sangat jelas berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

5.      Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektifitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Akan tetapi, ada juga serangan dari kritikus sastra mengenai pengunaan pendekatan sosiologis dalam kritik sastra. Serangan tersebut dilancarkan oleh Wellek dan Warren yang mengatakan bahwa pendekatan sosiologis biasanya mempermasalahkan sesuatu di seputar sastra dan masyarakat bersifat sempit dan eksternal. Sehingga yang mereka lakukan bukanlah kritik sastra, melainkan penghakiman yang didasarkan atas kriteria sosial politik yang sifatnya non sastra. Menurutnya penelitian semacam ini kurang bermanfaat jika memukul rata bahwa sastra adalah cerminan kehidupan, sebuah reproduksi, atau sokumen sosial. Penelitian ini akan menjadi berarti manakala terjawabnya hubungan potret yang muncul dari karya sastra dengan kenyataan sosial yang ada. Diluar serangan itu, pendekatan sosiologis dalam kritik sastra membangun suatu nilai dan makna dalam dunia sosial.


 


 

Daftar Putsaka

Andre Hardjana, Kritik Sastra: Sebuah Pengantar, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, 

Atar Semi, Kritik Sastra, Bandung, Angkasa, 1989, 

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia
; Edisi ketiga, Jakarta, Balai Pustaka, 2007, 

Munanadar Soelaeman, Ilmu Budaya Dasar; Suatu Pengantar, Bandung, PT. Refika Adikatama, 2007,

Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008,

Philipus dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004,

Wellek & Austin Warren, Teori Kesusasteraan,  PT Gramedia, Jakarta, 1990, 

WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ; Edisi ketiga, Jakarta, Balai Pustaka, 2006,

 
 

 

Tidak ada komentar: